KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan atas ilmu dan pengetahuan
yang telah dianugerahkan sehingga tugas makalah “SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM
PEMILU” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Usaha
dan kerjasama kepada rekan-rekan satu tim merupakan modal utama dalam
pembentukan makalah ini. Ucapan terimakasih pun kami haturkan kepada sesama
tim.
Makalah
ini di susun dengan tujuan memberikan pengetahuan dan penambahan wawasan yang
lebih baik lagi. Dalam makalah ini terdapat berbagai konsep konsep dari
pengertian Partai Politik menurut para ahli terkemuka di dunia, memaparkan
beberapa fungsi adanya Partai Politik, perumusan dalam pembagian kursi Pemilu,
dan lain sebagainya.
Tak
lengkap rasanya bila tidak di indahkan dengan sebait pantun :
Buah mangga harum
rasanya
Lagi harum buah durian
Makalah disusun
sedemikian rupa
Saran baik mohon
tunjukkan
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
Berkembangnya aspirasi-aspirasi
politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap
partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan
sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru.
Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan
partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri
tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru
disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua
kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang
ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas
sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna
menampung partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya
harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui
jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik
dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok
yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat
yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat
menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga
guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU
2.1 SISTEM KEPARTAIAN
Sistem kepartaian dan
partai politik merupakan 2 konsep berbeda. Sistem kepartaian menunjukkan format
keberadaan antar partai politik dalam sebuah sistem politik spesifik. Disebut
sebagai spesifik, oleh sebab sistem politik berbeda-beda di setiap negara atau
di satu negara pun berbeda-beda dilihat dari aspek sejarahnya. Sistem politik
yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal, Kediktatoran Militer,
Komunis, dan Otoritarian Kontemporer.
Sistem kepartaian
adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di
setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis
sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung
pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin
besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar
pula jumlah partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah
disebutkan, turut mempengaruhi sistem kepartaian yang ada.
Menurut Giovani Sartori
Sistem Kepartaian di Indonesia, mengklasifikasikan Sistem Kepartaian ini di
bagi menjadi 4 bagian :
1.
Sistem
2 Partai menurut Sartori adalah sistem kepartaian yang
ditandai dengan format terbatas dan jarak ideologi yang tidak terlalu jauh.
Misalnya terjadi di Inggris, di mana meskipun banyak partai berdiri, tetapi hanya
2 partai yang eksis di setiap Pemilu, yaitu Partai Buruh dan Partai
Konservatif. Hal ini juga terjadi di Amerika Serikat, di mana Partai Republik
dan Partai Demokrat yang hadir di setiap Pemilu, untuk kemudia memegang kendali
pemerintahan.
2.
Pluralisme
Moderat adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan
pluralisme terbatas dan jaran ideologi antarpartai yang tidak terlampau jauh.
Ini terjadi di Denmark.
3. Pluralisme Terpolarisasi adalah
sistem kepartaian yang ditandai dengan pluralisme ekstrim dan besarnya jarak
ideologi antar partai. Ini terjadi di Italia selama tahun 1970-an dan Chili
sebelum kudeta tahun 1973).
4. Partai Berkuasa
adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan adanya 1 partai yang selalu
memenangi kursi di Parlemen. Seperti telah disebut, ini terjadi di Malaysia,
India, dan Jepang. Partai yang ikut pemilu tetap banyak, akan tetapi yang
menang adalah partai yang “itu-itu” saja.
2.2 PARTAI
POLITIK
Menurut
beberapa ahli defenisi Partai Politik adalah sebagai berikut :
1. Edmund Burke menyatakan partai
politik adalah lembaga yang terdiri atas orang-orang yang bersatu, untuk
mempromosikan kepentingan nasional secara bersama-sama, berdasarkan pada
prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui]. Definisi Burke ini tampak
masih “abstrak” oleh sebab tidak semua partai secara empiris memperjuangan
kepentingan nasional. Ini tampak misalnya dalam tulisan Robert Michels tentang “The
Iron Law of Oligarchy” (Hukum Besi Oligarki).
2. Robert Michels menyatakan bahwa partai politik,
sebagai sebuah entitas politik, sebagai sebuah mekanisme, tidak secara otomatis
mengindetifikasi dirinya dengan kepentingan para anggotanya juga kelas sosial
yang mereka wakili. Partai sengaja dibentuk sebagai alat untuk mengamankan
tujuan. Juga menjadi bagian dari tujuan itu sendiri, memiliki tujuan dan
kepentingan di dalam dirinya sendiri. Dalam sebuah partai, kepentingan massa
pemilih yang telah membentuk partai kerap kali terlupakan oleh sebab terhalangi
oleh kepentingan birokrasi yang dijalankan pemimpin-pemimpinnya.
3. Joseph Schumpeter partai
politik adalah
kelompok yang anggotanya bertindak terutama dalam hal perjuangan mencapai
kekuasaan. Partai dan para politisinya merupakan contoh sederhana bagi
tanggapan atas ketidakmampuan massa pemilih untuk bertindak selain dari
ketidakrapian organisasinya, dan mereka secara nyata berusaha mengatur
kompetisi politik layaknya praktek yang sama yang dilakukan oleh asosiasi
perdagangan.
4. Lapalombara dan Anderson ini
membatasi partai politik sebagai organisasi resmi, diakui pemerintah, dan ikut
pemilihan umum. Partai politik adalah penghubung antara pusat kekuasaan dengan
lokalitas (warganegara yang tersebar di aneka wilayah, agama, ideologi, dan
sejenisnya). Partai politik berfungsi untuk menempatkan orang-orang (kandidat)
bagi sebuah jabatan publik.
Dari
definisi yang cukup bervariasi ini, dapat ditarik suatu simpulan bahwa partai
politik adalah organisasi politik yang bersifat resmi, yang bertujuan memenuhi
kepentingan para pemilihnya dengan cara menguasasi pemerintahan dan menempatkan
anggota-anggota mereka melalui mekanisme Pemilihan Umum.
2.3 FUNGSI
PARTAI POLITIK
Janos
Simon membagi fungsi partai politik menjadi 6, yaitu : (1) Fungsi sosialisasi
politik; (2) fungsi mobilisasi politik; (3) fungsi representasi politik; (4)
fungsi partisipasi politik; (5) fungsi legitimasi sistem politik, dan (6)
fungsi aktivitas dalam sistem politik.
1. Fungsi sosialisasi politik
mulai signifikan ketika seseorang sudah mampu menilai keputusan dan
tindakannya. Orang tersebut kemudia mencari “figur” yang dianggap mewakili
norma-norma dan nilai-nilai yang dianutnya. Salah satu lembaga yang menyediakan
nilai tersebut adalah partai politik. Sebab itu, partai politik berfungsi
sebagai agen guna mengisi norma-norma dan nilai-nilai yang ada pada diri
individu. Peran ini semakin besar di negara-negara dengan sistem kepartaian
multipartai.
2. Fungsi mobilisasi adalah fungsi partai politik
untuk membawa warganegara ke dalam kehidupan publik. Tujuan dari mobilisasi ini
adalah : Mengurangi ketegangan sosial yang ditampakkan oleh kelompok-kelompok
yang termobilisasi; Mengelaborasi program-program untuk menurunkan ketegangan
tersebut, dan sebagai hasilnya kelompok-kelompok tersebut mengalihkan
dukungannya kepada partai politik, dan; Membangun struktur kelompok yang akan
menjadi basis pendukung partai yang bersangkutan.
3. Fungsi partisipasi adalah
fungsi partai politik untuk membawa warganegara agar aktif dalam kegiatan
politik. Jenis partisipasi politik yang ditawarkan partai politik kepada
warganegara adalah kegiatan kampanye, mencari dana bagi partai, memilih
pemimpin, demonstrasi, dan debat politik.
4. Fungsi legitimasi mengacu pada kebijakan partai
politik mendukung dan mempercayai kebijakan pemerintah maupun eksistensi sistem
politik. Seperti diketahui, partai politik memiliki massa pemilih. Jika partai
memilih untuk mendukung sesuatu, maka kemungkinan besar pemilihnya akan
melakukan hal yang sama.
5. Fungsi representasi adalah
fungsi klasik partai politik. Partai politik yang ikut pemilihan umum dan
memenangkan sejumlah suara, akan menempatkan wakilnya di dalam parlemen.
Anggota partai yang masuk ke dalam parlemen ini membawa fungsi representasi
dari warganegara yang memilih partai tersebut.
6. Fungsi aktivitas
dalam sistem politik didasarkan pada premis, partai politik menjabarkan
programnya dan menyiapkan anggota-anggotanya untuk menjalankan program
tersebut. Jika partai tersebut mengantungi suara dalam pemilu, maka
anggota-anggotanya tersebut akan masuk ke dalam parlemen. Anggota partai yang
bersangkutan tersebut kemudian beraktivitas (secara politik) untuk menjalankan
program-program partai. Aktivitas pemerintahan (khususnya parlemen) menjadi
berjalan akibat adanya partai politik tersebut.
2.4 TIPE
PARTAI POLITIK
Tipe-tipe
partai politik dari para ahli cukup banyak, dan ini cukup membingungkan. Namun,
aneka klasifikasi tipe partai politik tersebut diakibatkan sejumlah sudut
pandang. Misalnya, ada yang mengkaitkan dengan kesejarahan, hubungan sosial,
berakhirnya perang ideologi, dan sebagainya. sejumlah pandangan para ahli ilmu
politik mengenai klasifikasi partai politik. Salah satu yang melakukannya
adalah Richard S. Katz. Katz membagi tipe partai politik menjadi 5 tipe, yaitu:
1.
Partai Elit – Partai jenis ini berbasis
lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan
bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit
yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai
memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga didasarkan
pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di dalam
parlemen.
2.
Partai Massa – Partai jenis ini berbasiskan
individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari
kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk
kepentingan partai. Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu,
seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai
lebih didasarkan pada identitas sosial partai ketimbang ideologi atau
kebijakan.
3.
Partai Catch-All – Partai jenis ini di permukaan
hampir serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang
mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir
bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini
berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu
di setiap kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai
Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.
4.
Partai Kartel - Partai jenis ini muncul akibat
berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada
suara mereka di tingkat parlemen. Untuk mengatasi hal tersebut,
pimpinan-pimpinan partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup
untuk bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih
hampir sudah tidak memiliki arti lagi.
5.
Partai Integratif - Partai
jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba untuk melakukan
mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik
suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan
membuat mereka menjadi anggota partai. Sumber utama keuangan mereka adalah dari
iuran anggota dan dukungan simpatisannya. Mereka melakukan propaganda yang
dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.
2.5 SISTEM
PEMILU
Pemilihan umum adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republic Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemilu
merupakan salah satu sarana penyelenggaraan dari sistem negara demokrasi, oleh
karena itu demokrasi tidak akan mungkin tanpa adanya partai politik, dan semua
demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan mapan guna menyalurkan
berbagai tuntutan warganya, memerintah demi kemaslahatan umum serta memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat. Rakyat yang mempunyai kedaulatan tertinggi,
menyerahkan kedaulatannya melalui wakilnya dalam proses pemilu. Apabila
menghubungkan antara pemilu dengan jaminan hak warga negara, maka dapat
dikatakan dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “ segala warga negara bersamaan dengan
kedudukannyadidalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, pasal 28 UUD 1945 “ kemerdekasan
berserikat dan berkumpul, mengeluakan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang, pasal 28 E ayat 3 “ setiap orang berhak
atas kebebasan, berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pemilu
merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika,
public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus
selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu,
para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada
merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya
pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan,
proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau
sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh
para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
2.6 Pembagian Sistem Pemilu
Sistem Pemilu terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a. Sistem perwakilan distrik, yaitu sistem yang
ditentukan atas kesatuan geografis/wilayah/daerah/distrik ahnay memilih seorang
wakil, jumlah distrik yang dibagi sama dengan jumlah anggota parlemen.
b. Sistem Proporsional, yiatu Pemilihan umum
pada tahun ini dengan menggunakan system proporsional. Sistem proposional (multi
member constituency) adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah negara
atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang
dikenal dengan singkatan dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang
akan duduk dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil.
Duverger berpendapat, bahwa upaya
mendorong penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem distrik. Dengan penerapan sistem distrik dapat mendorong ke arah
integrasi partai-partai politik dan mendorong penyederhanaan partai tanpa harus
melakukan paksaan. Sementara dalam sistem proporsional cenderung lebih mudah
mendorong fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem
ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.
2.7 Penentuan untuk jumlah kursi dalam partai
politik
Pada umumnya di seluruh dunia
hampir sama untuk menentukan jumlah kursi untuk satu partai politik. Maka rumus
sebagai berikut:
- Langkah pertama
x
A = -----
y
- Keterangan:
- x adalah Jumlah suara sah yang tersedia
- y adalah Jumlah kursi yang ditetapkan yang tersedia
- a adalah hasil bilangan pemilih
Aturan pembulatan adalah satu di
belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima berarti hasil bilangan
pemilih tetap sedangkan lebih dari lima berarti hasil bilangan pemilih tetap
harus ditambah satu angka.
- Langkah kedua
b
Z = -----
a
- Keterangan:
- b adalah Jumlah suara sah yang diraih setiap partai
- z adalah Jumlah kursi yang diraih setiap partai
- a adalah hasil bilangan pemilih
Aturan pembulatan adalah satu di
belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima berarti jumlah kursi tetap
sedangkan lebih dari lima berarti jumlah kursi harus ditambah satu angka.
Adapun kata-kata dalam KPU yang
sering diucapkan yaitu Mayoritas dan Minoritas. Pengertian tersebut akan di
artikan dibawah ini :
1.
Mayoritas
mutlak adalah setiap partai politik memenangi sebanyak dua
per tiga dari jumlah suara dan dapat mengubah aturan UU.
2.
Mayoritas
biasa adalah setiap partai politik memenangi antara 50
persen sampai dengan dua per tiga dari jumlah suara tetapi tidak dapat mengubah
aturan UU.
3.
Mayoritas
koalisi adalah setiap partai politik memenangi hanya kurang
dari 50 persen dari jumlah suara tetapi berada posisi pertama sehingga harus
berkoalisi untuk mencapai sebanyak minimal 50 persen dari jumlah suara.
4.
Minoritas
adalah setiap partai politik kalah dalam pemilhan umum.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
- Partai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus.
- Sistem politik yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal, Kediktatoran Militer, Komunis, dan Otoritarian Kontemporer.
- Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.
Adanya berbagai sistem politik menunjukkan bahwa
tidak ada suatu sistem pemilu yang sempurna yang dapat dipakai untuk semua
negara. Setiap sistem pemilu memiliki masing-masing kelebihan dan
kekurangan.Suatu sistem pemilu mungkin sesuai dengan kondisi masyarakat yang
memilki ciri-ciri tertentu dan kurang sesuai untuk masyarakat yang memiliki ciri-ciri
yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar