Jumat, 07 Desember 2012

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan atas ilmu dan pengetahuan yang telah dianugerahkan sehingga tugas makalah “SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Usaha dan kerjasama kepada rekan-rekan satu tim merupakan modal utama dalam pembentukan makalah ini. Ucapan terimakasih pun kami haturkan kepada sesama tim.
Makalah ini di susun dengan tujuan memberikan pengetahuan dan penambahan wawasan yang lebih baik lagi. Dalam makalah ini terdapat berbagai konsep konsep dari pengertian Partai Politik menurut para ahli terkemuka di dunia, memaparkan beberapa fungsi adanya Partai Politik, perumusan dalam pembagian kursi Pemilu, dan lain sebagainya.
Tak lengkap rasanya bila tidak di indahkan dengan sebait pantun :
Buah mangga harum rasanya
Lagi harum buah durian
Makalah disusun sedemikian rupa
Saran baik mohon tunjukkan






Penulis,




BAB I
PENDAHULUAN
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.





BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

2.1   SISTEM KEPARTAIAN
Sistem kepartaian dan partai politik merupakan 2 konsep berbeda. Sistem kepartaian menunjukkan format keberadaan antar partai politik dalam sebuah sistem politik spesifik. Disebut sebagai spesifik, oleh sebab sistem politik berbeda-beda di setiap negara atau di satu negara pun berbeda-beda dilihat dari aspek sejarahnya. Sistem politik yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal, Kediktatoran Militer, Komunis, dan Otoritarian Kontemporer.
Sistem kepartaian adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut mempengaruhi sistem kepartaian yang ada.
Menurut Giovani Sartori Sistem Kepartaian di Indonesia, mengklasifikasikan Sistem Kepartaian ini di bagi menjadi 4 bagian :
1.    Sistem 2 Partai menurut Sartori adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan format terbatas dan jarak ideologi yang tidak terlalu jauh. Misalnya terjadi di Inggris, di mana meskipun banyak partai berdiri, tetapi hanya 2 partai yang eksis di setiap Pemilu, yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif. Hal ini juga terjadi di Amerika Serikat, di mana Partai Republik dan Partai Demokrat yang hadir di setiap Pemilu, untuk kemudia memegang kendali pemerintahan.


2.    Pluralisme Moderat adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan pluralisme terbatas dan jaran ideologi antarpartai yang tidak terlampau jauh. Ini terjadi di Denmark.
3.    Pluralisme Terpolarisasi adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan pluralisme ekstrim dan besarnya jarak ideologi antar partai. Ini terjadi di Italia selama tahun 1970-an dan Chili sebelum kudeta tahun 1973).
4.    Partai Berkuasa adalah sistem kepartaian yang ditandai dengan adanya 1 partai yang selalu memenangi kursi di Parlemen. Seperti telah disebut, ini terjadi di Malaysia, India, dan Jepang. Partai yang ikut pemilu tetap banyak, akan tetapi yang menang adalah partai yang “itu-itu” saja.

2.2    PARTAI POLITIK

Menurut beberapa ahli defenisi Partai Politik adalah sebagai berikut :
1.    Edmund Burke menyatakan partai politik adalah lembaga yang terdiri atas orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan kepentingan nasional secara bersama-sama, berdasarkan pada prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui]. Definisi Burke ini tampak masih “abstrak” oleh sebab tidak semua partai secara empiris memperjuangan kepentingan nasional. Ini tampak misalnya dalam tulisan Robert Michels tentang “The Iron Law of Oligarchy” (Hukum Besi Oligarki).
2.    Robert Michels menyatakan bahwa partai politik, sebagai sebuah entitas politik, sebagai sebuah mekanisme, tidak secara otomatis mengindetifikasi dirinya dengan kepentingan para anggotanya juga kelas sosial yang mereka wakili. Partai sengaja dibentuk sebagai alat untuk mengamankan tujuan. Juga menjadi bagian dari tujuan itu sendiri, memiliki tujuan dan kepentingan di dalam dirinya sendiri. Dalam sebuah partai, kepentingan massa pemilih yang telah membentuk partai kerap kali terlupakan oleh sebab terhalangi oleh kepentingan birokrasi yang dijalankan pemimpin-pemimpinnya.
3.    Joseph Schumpeter partai politik adalah kelompok yang anggotanya bertindak terutama dalam hal perjuangan mencapai kekuasaan. Partai dan para politisinya merupakan contoh sederhana bagi tanggapan atas ketidakmampuan massa pemilih untuk bertindak selain dari ketidakrapian organisasinya, dan mereka secara nyata berusaha mengatur kompetisi politik layaknya praktek yang sama yang dilakukan oleh asosiasi perdagangan.
4.    Lapalombara dan Anderson ini membatasi partai politik sebagai organisasi resmi, diakui pemerintah, dan ikut pemilihan umum. Partai politik adalah penghubung antara pusat kekuasaan dengan lokalitas (warganegara yang tersebar di aneka wilayah, agama, ideologi, dan sejenisnya). Partai politik berfungsi untuk menempatkan orang-orang (kandidat) bagi sebuah jabatan publik.
Dari definisi yang cukup bervariasi ini, dapat ditarik suatu simpulan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang bersifat resmi, yang bertujuan memenuhi kepentingan para pemilihnya dengan cara menguasasi pemerintahan dan menempatkan anggota-anggota mereka melalui mekanisme Pemilihan Umum.

2.3    FUNGSI PARTAI POLITIK
Janos Simon membagi fungsi partai politik menjadi 6, yaitu : (1) Fungsi sosialisasi politik; (2) fungsi mobilisasi politik; (3) fungsi representasi politik; (4) fungsi partisipasi politik; (5) fungsi legitimasi sistem politik, dan (6) fungsi aktivitas dalam sistem politik.

1.    Fungsi sosialisasi politik mulai signifikan ketika seseorang sudah mampu menilai keputusan dan tindakannya. Orang tersebut kemudia mencari “figur” yang dianggap mewakili norma-norma dan nilai-nilai yang dianutnya. Salah satu lembaga yang menyediakan nilai tersebut adalah partai politik. Sebab itu, partai politik berfungsi sebagai agen guna mengisi norma-norma dan nilai-nilai yang ada pada diri individu. Peran ini semakin besar di negara-negara dengan sistem kepartaian multipartai.
2.    Fungsi mobilisasi adalah fungsi partai politik untuk membawa warganegara ke dalam kehidupan publik. Tujuan dari mobilisasi ini adalah : Mengurangi ketegangan sosial yang ditampakkan oleh kelompok-kelompok yang termobilisasi; Mengelaborasi program-program untuk menurunkan ketegangan tersebut, dan sebagai hasilnya kelompok-kelompok tersebut mengalihkan dukungannya kepada partai politik, dan; Membangun struktur kelompok yang akan menjadi basis pendukung partai yang bersangkutan.


3.    Fungsi partisipasi adalah fungsi partai politik untuk membawa warganegara agar aktif dalam kegiatan politik. Jenis partisipasi politik yang ditawarkan partai politik kepada warganegara adalah kegiatan kampanye, mencari dana bagi partai, memilih pemimpin, demonstrasi, dan debat politik.
4.    Fungsi legitimasi mengacu pada kebijakan partai politik mendukung dan mempercayai kebijakan pemerintah maupun eksistensi sistem politik. Seperti diketahui, partai politik memiliki massa pemilih. Jika partai memilih untuk mendukung sesuatu, maka kemungkinan besar pemilihnya akan melakukan hal yang sama.
5.    Fungsi representasi adalah fungsi klasik partai politik. Partai politik yang ikut pemilihan umum dan memenangkan sejumlah suara, akan menempatkan wakilnya di dalam parlemen. Anggota partai yang masuk ke dalam parlemen ini membawa fungsi representasi dari warganegara yang memilih partai tersebut.
6.    Fungsi aktivitas dalam sistem politik didasarkan pada premis, partai politik menjabarkan programnya dan menyiapkan anggota-anggotanya untuk menjalankan program tersebut. Jika partai tersebut mengantungi suara dalam pemilu, maka anggota-anggotanya tersebut akan masuk ke dalam parlemen. Anggota partai yang bersangkutan tersebut kemudian beraktivitas (secara politik) untuk menjalankan program-program partai. Aktivitas pemerintahan (khususnya parlemen) menjadi berjalan akibat adanya partai politik tersebut.

2.4    TIPE PARTAI POLITIK

Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, dan ini cukup membingungkan. Namun, aneka klasifikasi tipe partai politik tersebut diakibatkan sejumlah sudut pandang. Misalnya, ada yang mengkaitkan dengan kesejarahan, hubungan sosial, berakhirnya perang ideologi, dan sebagainya. sejumlah pandangan para ahli ilmu politik mengenai klasifikasi partai politik. Salah satu yang melakukannya adalah Richard S. Katz. Katz membagi tipe partai politik menjadi 5 tipe, yaitu:

1.    Partai Elit – Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di dalam parlemen.
2.    Partai Massa – Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan.
3.    Partai Catch-All – Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.
4.    Partai Kartel - Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka di tingkat parlemen. Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi.
5.    Partai Integratif - Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi anggota partai. Sumber utama keuangan mereka adalah dari iuran anggota dan dukungan simpatisannya. Mereka melakukan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.


2.5   SISTEM PEMILU
Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republic Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemilu merupakan salah satu sarana penyelenggaraan dari sistem negara demokrasi, oleh karena itu demokrasi tidak akan mungkin tanpa adanya partai politik, dan semua demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demi kemaslahatan umum serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Rakyat yang mempunyai kedaulatan tertinggi, menyerahkan kedaulatannya melalui wakilnya dalam proses pemilu. Apabila menghubungkan antara pemilu dengan jaminan hak warga negara, maka dapat dikatakan dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “ segala warga negara bersamaan dengan kedudukannyadidalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, pasal 28 UUD 1945 “ kemerdekasan berserikat dan berkumpul, mengeluakan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang, pasal 28 E ayat 3 “ setiap orang berhak atas kebebasan, berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

2.6    Pembagian Sistem Pemilu
Sistem Pemilu terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a.    Sistem perwakilan distrik, yaitu sistem yang ditentukan atas kesatuan geografis/wilayah/daerah/distrik ahnay memilih seorang wakil, jumlah distrik yang dibagi sama dengan jumlah anggota parlemen.
b.    Sistem Proporsional, yiatu Pemilihan umum pada tahun ini dengan menggunakan system proporsional. Sistem proposional (multi member constituency) adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang dikenal dengan singkatan dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil.
Duverger berpendapat, bahwa upaya mendorong penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menggunakan sistem distrik. Dengan penerapan sistem distrik dapat mendorong ke arah integrasi partai-partai politik dan mendorong penyederhanaan partai tanpa harus melakukan paksaan. Sementara dalam sistem proporsional cenderung lebih mudah mendorong fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.



2.7     Penentuan untuk jumlah kursi dalam partai politik
Pada umumnya di seluruh dunia hampir sama untuk menentukan jumlah kursi untuk satu partai politik. Maka rumus sebagai berikut:
  1.      Langkah pertama
         x
A = -----
         y
 
  1.      Keterangan:
    1.      x adalah Jumlah suara sah yang tersedia
    2.      y adalah Jumlah kursi yang ditetapkan yang tersedia
    3.      a adalah hasil bilangan pemilih
Aturan pembulatan adalah satu di belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima berarti hasil bilangan pemilih tetap sedangkan lebih dari lima berarti hasil bilangan pemilih tetap harus ditambah satu angka.
  1.      Langkah kedua
         b
Z = -----
         a
  1.      Keterangan:
    1.      b adalah Jumlah suara sah yang diraih setiap partai
    2.      z adalah Jumlah kursi yang diraih setiap partai
    3.      a adalah hasil bilangan pemilih
Aturan pembulatan adalah satu di belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima berarti jumlah kursi tetap sedangkan lebih dari lima berarti jumlah kursi harus ditambah satu angka.
Adapun kata-kata dalam KPU yang sering diucapkan yaitu Mayoritas dan Minoritas. Pengertian tersebut akan di artikan dibawah ini :
1.         Mayoritas mutlak adalah setiap partai politik memenangi sebanyak dua per tiga dari jumlah suara dan dapat mengubah aturan UU.
2.         Mayoritas biasa adalah setiap partai politik memenangi antara 50 persen sampai dengan dua per tiga dari jumlah suara tetapi tidak dapat mengubah aturan UU.
3.         Mayoritas koalisi adalah setiap partai politik memenangi hanya kurang dari 50 persen dari jumlah suara tetapi berada posisi pertama sehingga harus berkoalisi untuk mencapai sebanyak minimal 50 persen dari jumlah suara.
4.         Minoritas adalah setiap partai politik kalah dalam pemilhan umum.


















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
  •       Partai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus.
  •       Sistem politik yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal, Kediktatoran Militer, Komunis, dan Otoritarian Kontemporer.
  •       Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.
Adanya berbagai sistem politik menunjukkan bahwa tidak ada suatu sistem pemilu yang sempurna yang dapat dipakai untuk semua negara. Setiap sistem pemilu memiliki masing-masing kelebihan dan kekurangan.Suatu sistem pemilu mungkin sesuai dengan kondisi masyarakat yang memilki ciri-ciri tertentu dan kurang sesuai untuk masyarakat yang memiliki ciri-ciri yang lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar